Tuesday, July 29, 2025
HomeBeritaANALISIS - Ada apa di balik ancaman Israel soal “tekanan militer nyata”...

ANALISIS – Ada apa di balik ancaman Israel soal “tekanan militer nyata” di Gaza?

Meski perang di Gaza telah berlangsung selama 22 bulan, Israel justru meningkatkan eskalasi ancaman, baik secara militer maupun politik, terhadap wilayah yang telah porak-poranda itu.

Langkah ini muncul di tengah kebuntuan negosiasi dan keteguhan kubu perlawanan Palestina—khususnya Hamas—dalam mempertahankan syarat-syaratnya untuk kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tawanan.

Juru bicara militer Israel, Efi Dvori, menyatakan bahwa angkatan bersenjata akan mengajukan rencana lanjutan kepada para pemimpin politik untuk melanjutkan operasi militer di Gaza.

Harian Yedioth Ahronoth mengutip sejumlah sumber yang menyebut bahwa jika perundingan tetap buntu, serangan militer Israel akan memasuki fase eskalasi yang lebih besar.

Seorang pejabat senior Israel bahkan mengatakan, pasukan akan menciptakan “ancaman militer nyata” di beberapa area tertentu untuk memaksa tercapainya kesepakatan sebagian.

Laporan itu juga mengindikasikan adanya koordinasi diam-diam antara Israel dan Amerika Serikat (AS) untuk menambah tekanan terhadap Hamas.

Sebuah sinyal bahwa manuver ini bukan hanya militer, tetapi juga bersifat diplomatik dan strategis.

Ikatan ganda

Namun, di balik retorika baru ini, para analis melihat kebuntuan ganda yang tengah dihadapi Israel—baik secara politik maupun militer.

Pengamat urusan Israel, Muhannad Mustafa, menilai bahwa pendekatan ini sebenarnya mencerminkan kebangkrutan strategi.

“Tidak ada lagi senjata strategis di tangan Israel yang bisa memaksa Hamas tunduk,” ujarnya dalam program Masar al-Hadath.

Ia menyebut, operasi “Gerobak Gideon” yang dilancarkan Israel pada Mei lalu adalah puncak kekuatan militer mereka dalam perang ini.

Namun, publik Israel kini memandang operasi-operasi itu semakin kehilangan makna.

Analis politik Said Ziyad pun meragukan efektivitas ancaman militer Israel. Menurutnya, serangan balasan yang dilancarkan Hamas di Beit Hanoun (utara Gaza) dan Rafah (selatan) menunjukkan bahwa perlawanan tetap solid dan tangguh.

“Fakta bahwa tentara Israel terus mengalami korban jiwa di dua area itu menjadi bukti kerasnya kegagalan militer Israel dalam menaklukkan Gaza,” katanya.

Ziyad bahkan memperkirakan bahwa operasi militer besar Israel berada di ujung tanduk. Ia menyimpulkan, tujuan utama Israel kini bukan semata soal pembebasan sandera, melainkan menghapus persoalan Palestina secara keseluruhan.

Yaitu, melucuti senjata perlawanan, menerapkan kekuasaan militer langsung, hingga kemungkinan pengusiran penduduk Gaza.

Lampu hijau Amerika

Sementara itu, pakar militer Ahmed al-Sharifi menilai bahwa Hamas dan faksi perlawanan lainnya kini mulai memahami arah gerak strategi Israel.

Ia mencatat bahwa militer Israel tengah berupaya mengubah taktik dari operasi sesaat menjadi strategi jangka panjang, melalui 2 pendekatan: negosiasi di bawah tekanan tembakan, dan negosiasi di bawah pengepungan.

Menurut al-Sharifi, eskalasi serangan oleh perlawanan baru-baru ini adalah respons terhadap perubahan tujuan strategis militer Israel.

Namun, ketika perlawanan mulai menargetkan unit-unit pengintaian dan pengumpulan data, itu menandakan bahwa Israel belum berhasil membangun bank target baru. Artinya, strategi berbasis pendudukan dan pengepungan bisa runtuh.

Ia juga menyoroti peran AS, khususnya Presiden Donald Trump, yang disebut telah memberi lampu hijau bagi Israel untuk melanjutkan serangan.

“Tujuannya adalah menjaga semangat pertempuran militer Israel yang makin melemah, dan menjaga momentum sampai target-target politik Israel dan Amerika tercapai di Gaza,” ujar al-Sharifi.

Dari sisi politik AS, analis Partai Republik Adolfo Franco menilai bahwa serangan Hamas terhadap tentara Israel justru menguntungkan Perdana Menteri Netanyahu.

“Itu menunjukkan bahwa perang belum selesai, dan penting untuk terus mengejar Hamas serta mengusir para pemimpinnya dari Gaza,” katanya.

Franco yakin bahwa Hamas tengah mencoba merapikan barisan dan bersiap kembali bertempur, namun tetap membuka kemungkinan akan adanya kesepakatan gencatan senjata, selama ada jaminan keamanan bagi Israel.

Sementara itu, dalam pernyataannya yang terbaru, Donald Trump mengaku tidak tahu apa yang akan terjadi di Gaza.

Ia menegaskan bahwa keputusan sepenuhnya berada di tangan Israel. Adapun Netanyahu, yang masih diburu Mahkamah Pidana Internasional atas tuduhan genosida, tetap menegaskan komitmennya untuk melanjutkan perundingan sambil terus melancarkan serangan.

“Kami akan terus berjuang hingga Hamas hancur dan semua sandera kembali,” kata Netanyahu.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular