Saturday, August 2, 2025
HomeBeritaANALISIS - Mampukah Turki paksakan visinya kepada Washington terkait masa depan SDF?

ANALISIS – Mampukah Turki paksakan visinya kepada Washington terkait masa depan SDF?

Dalam suasana regional yang terus bergolak, di tengah silang sengkarut kepentingan keamanan dan politik di Suriah, Menteri Pertahanan Turki Yasar Guler, Senin lalu, menerima kunjungan Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Ankara sekaligus utusan khusus untuk Suriah, Thomas Barak, di markas besar kementerian di ibu kota Turki.

Meskipun pernyataan resmi dari pihak Turki hanya merilis potret pertemuan tanpa detail, Barak kemudian mengungkapkan bahwa pembicaraan menyentuh isu-isu keamanan dan stabilitas kawasan.

Ia menegaskan bahwa hubungan antara Washington dan Ankara tetap berada dalam bingkai “kemitraan dan aliansi strategis”.

Pertemuan itu berlangsung di tengah intensifikasi operasi militer Turki dalam inisiatif bertajuk “Turki Bebas Terorisme” yang diluncurkan sejak Mei lalu.

Tujuannya jelas, yaitu membongkar struktur Partai Pekerja Kurdistan (PKK) dan mendorong reintegrasi para anggotanya ke kehidupan sipil.

Di sisi lain, AS kini bergerak seiring dengan Damaskus untuk merealisasikan kesepakatan integrasi Pasukan Demokratik Suriah (SDF) ke dalam institusi negara Suriah.

Sebuah skenario yang memunculkan pertanyaan strategis tentang masa depan kawasan utara Suriah dan kelompok-kelompok bersenjata yang beroperasi di dalamnya.

Agenda integrasi

Pada 10 Maret lalu, pemerintah Suriah mengumumkan kesepakatan awal dengan SDF untuk melebur struktur militer dan administratif mereka ke dalam sistem kenegaraan Suriah di wilayah timur laut.

Namun, hingga Juli lalu, tak ada langkah nyata yang mengindikasikan implementasi kesepakatan itu.

Sumber kebuntuan ini terletak pada tuntutan SDF untuk mempertahankan bentuk pemerintahan desentralisasi yang memberi mereka otonomi luas.

Sesuatu yang oleh Damaskus dianggap bertentangan dengan prinsip kesatuan negara dan supremasi militer nasional.

Upaya memecah kebuntuan itu terlihat pada 9 Juli, ketika digelar pertemuan tingkat tinggi di Damaskus yang mempertemukan Presiden Suriah Ahmad Al-Sharaa, Komandan SDF Mazloum Abdi, Utusan Khusus AS Thomas Barak, serta perwakilan pemerintah Prancis.

Meski berlangsung dalam suasana yang relatif terbuka, pertemuan itu gagal menghasilkan terobosan berarti.

Perbedaan mendasar mengenai wewenang pemerintahan otonom, posisi politik SDF ke depan, dan nasib para kombatan bersenjata masih menjadi ganjalan.

Perubahan nada dari Washington

Dalam sebuah pergeseran penting, AS kini menyatakan secara terbuka penolakannya terhadap proyek separatis oleh SDF.

Dalam konferensi pers di New York pertengahan Juli, Thomas Barak menyampaikan bahwa “federalisme tidak cocok untuk Suriah” dan bahwa AS menolak pendirian entitas politik independen di bawah payung SDF maupun proyek “Kurdistan Merdeka”.

Barak menekankan bahwa “solusi satu-satunya adalah negara tunggal, tentara tunggal, dan bangsa tunggal”.

Ia bahkan memperingatkan bahwa keengganan SDF menjalankan isi kesepakatan bisa memicu “konsekuensi serius” dari Damaskus maupun Ankara.

Nada baru dari Washington ini—yang dulunya menjadi mitra militer utama SDF dalam perang melawan ISIS—tampaknya untuk pertama kalinya sejajar dengan posisi Turki dan Suriah yang sama-sama menolak setiap bentuk separatisme di timur laut.

Sikap tegas Turki

Pemerintah Turki, di sisi lain, terus meningkatkan retorika penolakannya terhadap segala upaya pembentukan entitas Kurdi otonom di wilayah utara Suriah, yang dianggap sebagai garis merah bagi keamanan nasional Turki.

Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan mengeluarkan pernyataan keras bahwa “tidak ada pihak yang berhak mengambil langkah-langkah yang berujung pada pembelahan Suriah.

Jika itu terjadi, kami akan bertindak.” Ia menegaskan bahwa Ankara akan merespons tegas terhadap segala upaya menciptakan “fakta separatis di lapangan”.

Pernyataan ini diperkuat oleh keputusan Dewan Keamanan Nasional Turki pekan lalu, yang kembali menegaskan penolakan mutlak terhadap segala aktivitas separatis di wilayah Suriah.

Menariknya, dalam pernyataan itu, Turki juga mengungkapkan dukungan terhadap pemerintahan baru di Damaskus dan upayanya dalam menjaga persatuan nasional—suatu posisi yang belum lama ini masih dianggap tabu di Ankara.

Kementerian Pertahanan Turki juga menyatakan bahwa mereka terus memantau dengan cermat perkembangan integrasi SDF ke dalam tentara Suriah seperti tertuang dalam kesepakatan.

Antara koordinasi dan kepentingan yang bertemu

Pengamat politik Murad Toral melihat pertemuan Menteri Pertahanan Turki dengan utusan AS sebagai penanda momentum strategis di tengah proses penggambaran ulang peta kekuatan di utara Suriah.

“Pertemuan itu menunjukkan upaya Washington untuk menjalin koordinasi keamanan langsung dengan Ankara demi memastikan integrasi SDF tidak membahayakan keamanan nasional Turki,” ujar Toral kepada Al Jazeera Net.

Ia menambahkan bahwa setelah secara terbuka menolak proyek “Kurdistan Merdeka”, AS kini berupaya meredam kemungkinan eskalasi dari pihak Turki yang bisa mengganggu agenda rekonsiliasi mereka dengan Damaskus dan SDF.

Toral memperkirakan bahwa pertemuan itu mungkin juga membahas opsi-opsi militer alternatif jika pelaksanaan kesepakatan kembali mengalami kegagalan.

Terutama mengingat berlanjutnya upaya perlucutan senjata PKK serta meningkatnya ketegangan di wilayah selatan Suriah.

Namun analis lain, Umar Afshar, berpandangan bahwa perubahan sikap Washington bukanlah transformasi strategis yang mendalam, melainkan sekadar hasil pertemuan kepentingan taktis yang muncul akibat pergeseran aliansi di Suriah.

“Amerika Serikat tidak berniat membubarkan SDF, tetapi berusaha menempatkannya kembali dalam kerangka negara Suriah dengan cara yang tetap menjaga pengaruh Washington di lapangan, tanpa harus kehilangan kartu tekan terhadap Damaskus atau memicu kemarahan Ankara,” ujar Afshar.

Ia menyimpulkan bahwa meski terdapat kesepahaman sementara antara kedua pihak, perbedaan mendasar tetap ada.

Turki menginginkan penghapusan total struktur militer dan administratif SDF, sementara AS mendorong integrasi yang tetap memberi ruang politik bagi kelompok tersebut.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular