Wednesday, August 6, 2025
HomeAnalisis dan OpiniANALISIS - Netanyahu tunda invasi total Gaza demi tekan Hamas terima syarat...

ANALISIS – Netanyahu tunda invasi total Gaza demi tekan Hamas terima syarat Israel

Di tengah tekanan internal dan eskalasi militer yang belum berujung, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tampaknya bersikeras untuk menduduki seluruh Jalur Gaza.

Kecuali jika Hamas menyetujui kesepakatan dengan syarat-syarat yang ditetapkan Israel.

Meski demikian, langkah ini mendapat penolakan dari Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, Letnan Jenderal Herzi Halevi (digantikan oleh Eyal Zamir), yang memperingatkan bahwa rencana Netanyahu bisa menjadi “jebakan strategis.”

Media Israel, Channel 13, melaporkan bahwa Netanyahu dan Eyal Zamir terlibat dalam perdebatan tajam selama pertemuan Dewan Keamanan yang berlangsung selama 3 jam.

Pertemuan tersebut tidak menghasilkan keputusan final, mencerminkan ketegangan antara keinginan politik Netanyahu dan perhitungan militer yang lebih hati-hati dari kalangan petinggi tentara.

Analis politik urusan Israel, Dr. Muhannad Mustafa, mengatakan dalam program Masar al-Ahdath bahwa Netanyahu menunda keputusan soal invasi penuh selama 3 minggu terakhir.

Hal itu demi memberi waktu bagi kemungkinan tercapainya kesepakatan dengan Hamas.

Namun, ia menilai, Netanyahu sebenarnya tetap berniat untuk menduduki Gaza secara total karena masa depan pemerintahannya kini dipertaruhkan oleh keberhasilan langkah tersebut.

Pertaruhan atas nasib sandera

Menurut Mustafa, inilah kali pertama Israel mempertimbangkan operasi militer besar tanpa dukungan penuh dari institusi militer maupun masyarakat sipil.

Netanyahu sadar bahwa langkah itu berisiko mengorbankan para sandera yang masih ditahan di Gaza—sesuatu yang dapat mencederai legitimasi moral dan historis angkatan bersenjata Israel.

Mantan pejabat Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Thomas Warrick, juga menilai bahwa memperluas operasi militer dapat membahayakan nyawa para sandera.

Namun, di sisi lain, ia menyebut Presiden AS, Donald Trump tetap menganggap serangan besar-besaran sebagai satu-satunya cara efektif untuk membawa para sandera kembali, mengingat Hamas menolak tunduk pada syarat-syarat Israel.

Warrick menambahkan bahwa posisi AS terkesan kabur karena tidak ada kejelasan dalam pernyataan Trump maupun utusannya di kawasan, Steven Witkoff.

Meskipun Washington mendukung diakhirinya perang secepat mungkin, mereka tidak menentukan cara yang harus ditempuh.

Ketakutan warga Gaza atas pendudukan dan pengusiran

Di Gaza sendiri, kekhawatiran warga meningkat. Analis politik Palestina, Iyad al-Qarra, menyebut bahwa penduduk yang kini terjepit di wilayah selatan seperti al-Mawasi dan utara di Kota Gaza berada dalam kondisi tanpa pilihan: melawan atau mati.

Ia memperingatkan bahwa pendudukan penuh kemungkinan besar akan disertai kekerasan membabi buta.

Lebih dari itu, banyak yang menduga bahwa Israel merancang gelombang pengusiran besar-besaran.

Channel 12 Israel mengutip sumber militer yang menyebut adanya pertimbangan untuk mendorong penduduk Gaza semakin ke selatan guna menghindari konfrontasi langsung dengan kerumunan massa yang padat.

Iyad al-Qarra menilai bahwa memindahkan penduduk ke wilayah sempit di selatan seperti Rafah dan Khan Younis—yang nyaris tak lagi memiliki fasilitas dasar untuk hidup—adalah langkah awal menuju proses pemindahan paksa.

Dalam pandangannya, skenario ini akan memungkinkan Israel melakukan pembantaian harian terhadap ribuan warga tanpa hambatan berarti.

Meski peringatan terus disuarakan oleh Zamir dan pejabat militer lainnya, Netanyahu tampak mengabaikannya.

Dr. Mustafa menggambarkan situasi ini sebagai “momen yang belum pernah terjadi sebelumnya” dalam sejarah Israel, di mana otoritas politik secara terang-terangan mengabaikan suara militer.

Menurut Mustafa, jika rencana pendudukan penuh Gaza dijalankan tanpa dukungan tentara, maka ini akan menjadi preseden yang mencopot legitimasi tentara sebagai lembaga yang selama ini sangat dihormati oleh publik Israel.

Langkah terakhir yang ditempuh Eyal Zamir, menurut laporan, adalah mencoba menggugah opini publik Israel untuk menolak kebijakan Netanyahu.

“Secara historis, rakyat Israel tak pernah mendukung perang yang tidak direstui oleh militer,” ujarnya.

Dewan Keamanan Israel dijadwalkan kembali bersidang pada Kamis mendatang untuk membahas keputusan akhir soal invasi penuh ke Gaza.

Namun, tampaknya keputusan akhir kini berada sepenuhnya di tangan satu orang: Benjamin Netanyahu.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular