Monday, August 11, 2025
HomeBeritaBaitul Maqdis Institute kecam pembunuhan Anas Al-Sharif: Suara jurnalis Palestina tak akan...

Baitul Maqdis Institute kecam pembunuhan Anas Al-Sharif: Suara jurnalis Palestina tak akan mati

Baitul Maqdis Institute (BMI) menyampaikan duka cita dan kecaman keras atas gugurnya jurnalis Al Jazeera, Anas Al-Sharif.

Ia huhur dalam serangan udara yang dilancarkan militer Israel di dekat Rumah Sakit Al-Shifa, Kota Gaza, pada Ahad malam, 10 Agustus 2025.

Dalam serangan tersebut, beberapa jurnalis lainnya turut menjadi korban jiwa. Total sejak genosida Gaza pada Oktober 2023, sudah 237 jurnalis yang dibunuh penjajah Israel.

BMI menilai bahwa gugurnya Anas Al-Sharif bukan hanya kehilangan bagi dunia jurnalistik, tetapi juga merupakan pukulan telak terhadap kebebasan pers dan kemanusiaan di tengah genosida yang terus berlangsung di Palestina.

“Anas Al-Sharif dikenal sebagai salah satu jurnalis paling berani yang melaporkan langsung dari garis depan, terutama di Gaza utara. Keberadaannya menjadi penting karena ia tetap bertahan menyampaikan informasi kepada dunia ketika sebagian besar media internasional telah hengkang,” kata Direktur Utama BMI Fahmi Salim dalam pernyataan sikap, Senin (11/08/25).

Pembunuhan terhadapnya, katanya, menjadi bukti nyata bahwa menyampaikan kebenaran kini dapat berujung pada kematian, terutama jika narasi yang disampaikan mengungkap kejahatan perang dan genosida yang dilakukan penjajah.

Berdasarkan hukum humaniter internasional, termasuk Konvensi Jenewa, jurnalis sipil memiliki perlindungan khusus dalam konflik bersenjata.

Fahmi menganggap bahwa langkah penjajah yang secara sengaja menargetkan jurnalis yang tidak terlibat dalam pertempuran dapat dikategorikan sebagai kejahatan perang.

“Klaim sepihak yang menyebut Al-Sharif sebagai ‘teroris yang menyamar sebagai jurnalis’ tidak memiliki landasan transparan dan hanya menjadi legitimasi bagi penjajah untuk membunuh wartawan di Gaza,” imbuhnya.

Pembunuhan ini, lanjutnya, terjadi di tengah sorotan dunia terhadap dampak genosida Israel di Gaza.

Anas Al-Sharif aktif melaporkan kondisi kelaparan, krisis medis, serta kehancuran fasilitas sipil akibat agresi militer. Pemberitaan tersebut secara langsung bertentangan dengan narasi resmi penjajah.

“Oleh karena itu, pembunuhan ini merupakan bagian dari upaya sistematis untuk menghapus suara-suara yang dianggap mengganggu opini publik global terhadap tindakan militer Israel,” terang Fahmi.

Wasiat terakhir Anas Al-Sharif yang dirilis setelah kematiannya mencerminkan komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip jurnalisme dan keadilan bagi Palestina.

Ia menegaskan bahwa jika kata-katanya sampai ke dunia, itu berarti Israel telah membunuhnya, namun gagal membungkam suaranya.

Seperti jurnalis Palestina lainnya yang gugur sebelumnya, termasuk Shireen Abu Akleh, Anas kini menjadi simbol pengorbanan atas nama kebenaran dan kemanusiaan.

Seruan komunitas internasional

BMI juga menyerukan kepada komunitas internasional, organisasi pers global, dan lembaga-lembaga hak asasi manusia untuk menuntut pertanggungjawaban hukum kepada penjajah dan otoritas yang terlibat.

“Kami juga mendorong dunia untuk bekerja keras menjamin perlindungan bagi jurnalis yang bekerja di Gaza dan wilayah konflik-konflik global. Kami juga menolak impunitas terhadap kejahatan yang menargetkan saksi-saksi kebenaran,” tutur Fahmi.

BMI juga secara tegas meyakini gugurnya Anas Al-Sharif tidak akan membungkam perjuangan rakyat dan jurnalis Palestina.

“Suara mereka akan terus hidup dalam ingatan dunia, sebagai saksi kebenaran yang tidak gentar oleh ancaman, dan sebagai martir kebebasan yang akan dikenang sepanjang Sejarah,” pungkasnya.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular