Investigasi BBC mengungkapkan bahwa militer Israel masih menguasai wilayah di dalam Jalur Gaza yang berada ratusan meter melampaui batas yang disepakati dalam perjanjian gencatan senjata.
Melalui citra satelit dan dokumentasi lapangan, BBC menemukan adanya penempatan penanda fisik berupa blok beton berwarna kuning yang berada jauh lebih dalam di wilayah Gaza dibanding posisi yang tercantum dalam peta resmi militer Israel.
Sesuai kesepakatan yang berlaku sejak 10 Oktober, pasukan Israel diwajibkan menarik diri hingga garis demarkasi tertentu. Namun, hasil penelusuran BBC menunjukkan sejumlah perbedaan mencolok:
- Gaza Utara (Al-Atatra): Blok beton ditemukan sekitar 520 meter di dalam wilayah Gaza, melebihi posisi pada peta resmi.
- Gaza Selatan (Khan Younis): Sepuluh penanda serupa ditemukan antara 180 hingga 290 meter melewati garis batas yang disepakati.
BBC memperkirakan, jika perbedaan ini terjadi secara merata di sepanjang garis batas, Israel berpotensi tetap menguasai area yang jauh lebih luas daripada yang diizinkan dalam perjanjian.
Militer Israel tidak memberikan tanggapan langsung atas temuan tersebut. Namun, Menteri Perang Israel, Israel Katz, yang disebut memerintahkan pemasangan blok beton itu, menyatakan bahwa penanda tersebut menunjukkan “garis operasional sebenarnya” dan memperingatkan bahwa “setiap upaya melintasinya akan mendapat tembakan langsung tanpa peringatan.”
Para analis menilai langkah ini sebagai upaya membentuk “zona penyangga” atau “zona tembak” tidak resmi di dalam Gaza, yang dinilai dapat mengikis wilayah kendali warga Palestina.
Kekhawatiran meningkat setelah beberapa insiden penembakan terjadi di area yang baru ditandai tersebut. BBC memverifikasi rekaman pada 17 Oktober yang menunjukkan serangan menewaskan 11 warga sipil—termasuk perempuan dan anak-anak—di bagian timur Gaza.
Analisis citra menunjukkan mobil korban berada sekitar 125 meter di dalam batas “garis kuning” pada peta resmi, berlawanan dengan klaim militer Israel bahwa kendaraan itu telah melintasi garis.
Pakar hukum internasional menegaskan bahwa sekalipun warga sipil melewati garis batas, Israel tetap terikat oleh hukum humaniter internasional untuk melindungi mereka.
Militer Israel menyatakan telah melepaskan “tembakan peringatan” sebelum melakukan tembakan langsung, dengan alasan kendaraan tersebut tampak “mencurigakan” dan tidak berhenti sesuai perintah.
Profesor Hukum Internasional Universitas Bristol, Dr. Laurence Hill-Cawthorne, menegaskan bahwa “kewajiban Israel di bawah hukum humaniter internasional tetap berlaku, bahkan jika warga sipil melintasi garis kuning.”
“Israel hanya dapat menyerang pihak yang berstatus kombatan atau yang secara langsung terlibat dalam pertempuran. Menimbulkan korban sipil secara berlebihan tetap dilarang keras,” ujarnya.


