Pemimpin cabang Hamas di Gaza, Khalil al-Hayya, menyatakan bahwa pergerakan itu telah mencapai kesepakatan dengan faksi-faksi Palestina, termasuk Fatah, mengenai kerangka kerja pemerintahan pasca-perang.
Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Hayya menegaskan bahwa Hamas menyetujui daftar tokoh nasional tanpa afiliasi politik yang akan membentuk komite untuk mengelola urusan Gaza. Ia menyatakan bahwa Hamas siap menyerahkan kendali penuh, termasuk keamanan, kepada komite tersebut.
Hayya menambahkan, Hamas tidak keberatan jika tokoh nasional yang tinggal di Gaza memimpin administrasi, dan pihaknya tidak akan ikut campur dalam pekerjaan komite, namun menekankan perlunya pembentukan komite secara cepat. Komite ini akan berakhir masa jabatannya saat pemilihan umum digelar atau terbentuknya pemerintahan persatuan Palestina.
Sementara itu, Fatah membantah telah menyetujui kepemimpinan komite pemerintahan pasca-perang. Juru bicara Fatah, Abdel Fattah Dula, menegaskan bahwa kepala komite seharusnya berasal dari menteri Otoritas Palestina.
Hayya juga mengonfirmasi bahwa faksi-faksi Palestina menyetujui penempatan pasukan internasional untuk mengamankan perbatasan Gaza, memantau gencatan senjata, dan memastikan tidak ada pihak yang melanggarnya. Ia menyambut keterlibatan pasukan Arab dan Muslim dalam misi ini, namun menegaskan peran mereka terbatas pada keamanan perbatasan dan pemantauan gencatan senjata, tanpa operasi di dalam Gaza. Ia juga menyerukan resolusi PBB untuk mendukung penempatan pasukan internasional.
Selain itu, faksi-faksi Palestina sepakat membentuk badan internasional khusus rekonstruksi, bertugas mengamankan dana dan mengawasi pelaksanaan proyek pembangunan kembali.
Terkait senjata, Hayya menegaskan bahwa persenjataan Hamas terkait langsung dengan pendudukan Israel. Setelah pendudukan berakhir, senjata tersebut akan diserahkan kepada negara Palestina. Namun, hal ini masih dibahas bersama faksi-faksi Palestina dan mediator.
Mengenai gencatan senjata, Hayya menilai komentar pejabat AS menunjukkan perang telah berakhir. Meski demikian, sejak gencatan senjata berlaku, Israel terus melakukan pelanggaran, menewaskan lebih dari 93 orang, membatasi masuknya bantuan, dan menutup perlintasan Rafah dengan Mesir. Israel berdalih pelanggaran ini terkait keterlambatan pengembalian jenazah tentara Israel oleh Hamas.
Hayya menjelaskan kesulitan menemukan jenazah akibat kehancuran luas di Gaza yang mengubah kondisi medan, dan beberapa pengubur jenazah telah tewas sehingga lokasi jenazah menjadi tidak diketahui. Saat ini, 13 jenazah tentara Israel masih terkubur di Gaza.

