Thursday, August 7, 2025
HomeBeritaInvestigasi: Israel simpan data penyadapan massal warga Palestina di server Microsoft Eropa

Investigasi: Israel simpan data penyadapan massal warga Palestina di server Microsoft Eropa

Laporan investigatif gabungan dari The Guardian, +972 Magazine, dan Local Call mengungkap keterlibatan teknologi Microsoft dalam program penyadapan massal yang dilakukan oleh intelijen Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Program rahasia ini dijalankan oleh Unit 8200, satuan siber militer Israel, yang memanfaatkan layanan komputasi awan Microsoft Azure untuk menyimpan dan menganalisis jutaan percakapan telepon yang disadap.

Sistem penyimpanan berbasis cloud ini mulai dioperasikan pada 2022 dan hingga Juli 2025 telah memuat sedikitnya 11.500 terabyte data audio—setara dengan sekitar 200 juta jam percakapan.

Data tersebut disimpan di pusat data Microsoft yang berlokasi di Belanda dan Irlandia.

Menurut sumber internal, Unit 8200 berencana memindahkan hingga 70 persen dari seluruh data rahasia dan sangat rahasia mereka ke platform Azure.

Penggunaan teknologi ini memungkinkan aparat Israel memutar ulang dan menganalisis komunikasi warga Palestina dalam skala besar, dengan volume hingga “satu juta panggilan per jam”.

Beberapa sumber menggambarkan bagaimana data ini dipakai untuk berbagai tujuan, mulai dari identifikasi target serangan udara di Gaza, dasar penangkapan di Tepi Barat, hingga tekanan terhadap individu dengan memanfaatkan informasi pribadi mereka.

Salah satu perwira intelijen bahkan mengakui bahwa sistem ini digunakan untuk “mencari alasan” penahanan, meski tidak terdapat landasan hukum yang jelas.

Pengungkapan ini bermula dari pertemuan antara Kepala Unit 8200 Yossi Sariel dengan CEO Microsoft Satya Nadella di kantor pusat Microsoft di dekat Seattle, Amerika Serikat (AS), pada 2021.

Meski Microsoft menyatakan bahwa Nadella hanya hadir sebentar dan tidak mengetahui isi perjanjian tersebut.

Dokumen internal dan kesaksian menunjukkan bahwa para insinyur Microsoft terlibat aktif dalam pengembangan sistem tersebut bersama Unit 8200.

Microsoft bersikukuh bahwa mereka “tidak memiliki informasi” tentang penyadapan terhadap warga sipil atau isi percakapan yang disimpan.

Namun, catatan internal yang dikutip dalam laporan menyebut perusahaan mengetahui bahwa data yang disimpan mencakup materi intelijen mentah.

Sejumlah karyawan Microsoft di Israel, yang diketahui merupakan alumnus Unit 8200, diduga mengetahui secara langsung tujuan dari proyek ini.

Bahkan, dalam komunikasi internal, karyawan dilarang menyebut nama Unit 8200 secara eksplisit.

Menurut laporan, salah satu sistem yang dikembangkan, yang diberi nama noisy message, menggunakan kecerdasan buatan untuk memantau seluruh komunikasi teks warga Palestina di Tepi Barat dan secara otomatis menandai pesan-pesan dengan kata kunci tertentu.

Kini, dengan penyimpanan percakapan telepon dalam skala besar, aparat dapat mengakses kembali komunikasi lama saat seseorang baru menjadi target.

Unit 8200 sering kali dibandingkan dengan Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) karena perannya dalam pengumpulan intelijen sinyal.

Strategi Sariel untuk “melacak semua orang, sepanjang waktu” disebut menandai perubahan besar dari pendekatan penyadapan tradisional yang lebih terarah.

Keterlibatan Microsoft dalam proyek ini memicu gelombang kritik dari karyawan dan pemegang saham.

Terlebih setelah agresi Israel ke Gaza memasuki bulan ke-22 dan telah menewaskan lebih dari 60.000 warga Palestina, sebagian besar di antaranya adalah warga sipil.

Pada Mei lalu, seorang demonstran bahkan meneriakkan protes dalam sebuah acara yang dihadiri Satya Nadella.

“Tunjukkan bagaimana kejahatan perang Israel dijalankan lewat Azure,” sebutnya.

Menyikapi laporan ini, militer Israel menyatakan bahwa kerja sama mereka dengan Microsoft berada dalam koridor hukum dan diawasi secara legal.

Mereka juga menegaskan bahwa semua operasi dijalankan sesuai dengan hukum internasional.

Sementara itu, Microsoft tetap menolak tudingan bahwa mereka mengetahui sifat data yang digunakan atau keterlibatannya dalam operasi militer.

Perusahaan tersebut mengklaim tidak mengizinkan teknologinya digunakan untuk identifikasi target dalam perang.

Namun, laporan ini memperlihatkan bagaimana infrastruktur teknologi swasta telah menyatu dalam sistem pendudukan dan konflik bersenjata.

“Cloud itu seperti ruang penyimpanan tak terbatas, dan itu menjadi solusi dari masalah kami di arena Palestina,” kata seorang sumber intelijen Israel.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular