Militer Israel mengumumkan penarikan Divisi 98 dari Jalur Gaza. Hal ini menandai berakhirnya operasi militer besar yang dinamai “Kereta Perang Gideon” yang dilancarkan sejak Mei lalu.
Operasi tersebut berlangsung hampir tiga bulan dan memakan korban puluhan prajurit Israel, termasuk sejumlah perwira senior.
Menurut laporan Radio Tentara Israel, Divisi 98 telah menyelesaikan tugas tempurnya di wilayah utara Gaza dan kini tengah bersiap untuk keluar dari daerah tersebut.
Penarikan ini mengikuti langkah sebelumnya berupa pengurangan bertahap kekuatan militer, termasuk penarikan brigade pasukan terjun payung, pasukan komando, dan unit lapis baja.
Kendati demikian, 4 divisi militer Israel masih berada di dalam wilayah Gaza. Dua di antaranya masih aktif dalam operasi tempur di bagian utara Gaza dan kota Khan Younis di selatan. Sementara dua divisi lainnya menjalankan peran pertahanan.
Radio Tentara Israel juga menyebut bahwa Kepala Staf Umum, Letjen Herzi Halevi, memutuskan untuk mengurangi jumlah pasukan cadangan sebesar 30 persen di seluruh front pertempuran.
Sebagian pasukan yang masih berada di Gaza kini ditempatkan di daerah-daerah yang telah direbut sebelumnya, menunggu keputusan politik lebih lanjut dari pemerintah Israel.
Pengakhiran operasi Arabat Gideon dipandang sebagai sinyal bahwa misi tersebut gagal mencapai target strategis yang dicanangkan sejak awal.
Meskipun diklaim sebagai upaya untuk “menghabisi” pimpinan militer Hamas. Namun, kenyataannya operasi ini justru dibalas keras oleh perlawanan Palestina yang meluncurkan operasi balasan bertajuk “Hajara Dawud” atau “Batu-batu Daud”.
Dalam 2 bulan terakhir, yakni Juni dan Juli, militer Israel mencatatkan korban tewas setidaknya sebanyak 40 orang.
Perlawanan Palestina juga melancarkan sejumlah operasi serangan terkoordinasi di Khan Younis, Beit Hanoun, serta kawasan timur Kota Gaza, termasuk di lingkungan padat penduduk Shujaiyah.
Sementara itu, dalam pernyataannya kepada Channel 12 Israel, Panglima Komando Selatan menyebut bahwa perang di Gaza adalah panjang, sulit, dan melelahkan, namun tetap diperlukan.
Ia menegaskan bahwa operasi militer tidak akan dihentikan sebelum 2 tujuan utama tercapai: memulangkan para tawanan Israel dan menghancurkan kekuatan Hamas.
Strategi yang berubah-ubah
Pengamat militer Lebanon, Brigadir Jenderal (Purn.) Elias Hanna, menilai bahwa penarikan pasukan ini mencerminkan perubahan strategi Israel yang belum membuahkan hasil berarti.
Dalam wawancaranya dengan Al Jazeera, Hanna mengatakan bahwa Israel terus mengganti pendekatan militernya namun tetap terjebak dalam pola hasil yang stagnan.
“Israel beralih dari strategi awal menuju operasi Arabat Gideon, yang dimaksudkan untuk membunuh sebanyak mungkin komandan perlawanan di Gaza. Namun, Divisi 98 yang ditugaskan untuk itu justru mengalami kelelahan ekstrem,” ujarnya.
Menurut Hanna, penarikan ini bisa jadi hanya bersifat taktis. Sebuah jeda bagi pasukan yang telah kelelahan, sebelum digantikan atau bahkan disiapkan untuk operasi baru yang mungkin menargetkan pusat Kota Gaza atau memecah Jalur Gaza secara geografis.
Hanna juga menyoroti peran tidak lazim yang kini dimainkan oleh pasukan khusus Israel.
“Biasanya mereka hanya terlibat dalam operasi terbatas dan sangat spesifik. Tapi sekarang mereka diperlakukan layaknya infanteri biasa. Ini menyebabkan ketidakpuasan di kalangan internal,” tambahnya.
Ia mencatat bahwa terdapat lima divisi militer yang dilibatkan dalam operasi di Gaza, walaupun tidak semuanya secara aktif bergerak di dalam wilayah yang sempit tersebut.
Sebagian besar operasi dijalankan dalam skema “task force” yang terdiri dari gabungan unit tank, infanteri, teknik, dan pasukan khusus.
Perubahan strategi militer ini, menurut Hanna, juga bisa menjadi bagian dari langkah politik yang tengah disiapkan.
Hal ini bertepatan dengan kunjungan utusan khusus Amerika Serikat (AS), Steven Witkoff, ke Israel hari ini.
Hanna menyimpulkan bahwa dinamika ini bisa menandai awal dari fase baru. Baik berupa lanjutan operasi militer dengan pendekatan berbeda, maupun masuknya para pihak dalam proses negosiasi menuju penyelesaian konflik.