Militer Israel menarik Divisi ke-98 dari Jalur Gaza, sebuah langkah yang dinilai mencerminkan perubahan strategi dari ofensif menjadi defensif. Penarikan ini dilakukan seiring dengan berakhirnya Operasi “Arba’at Gideon” (Arbaiyah Gideon), yang diluncurkan pada Mei lalu.
Menurut analis militer Brigadir Jenderal (Purn.) Hassan Jouni, keputusan ini mencerminkan kontradiksi dalam pengambilan keputusan strategis Israel. Beberapa hari terakhir, militer Israel menyatakan niatnya memperluas operasi di Gaza, namun tindakan di lapangan justru menunjukkan arah sebaliknya.
“Ini mencerminkan kegagalan dalam perencanaan perang secara keseluruhan, khususnya dalam pelaksanaan Operasi Arba’at Gideon yang sebelumnya diklaim akan mengakhiri perlawanan,” ujar Jouni dalam analisisnya mengenai dinamika militer di Gaza.
Radio Militer Israel, Kamis (31/7/2025), melaporkan bahwa Divisi ke-98 telah menyelesaikan misi tempurnya di wilayah utara Jalur Gaza dan tengah bersiap untuk mundur. Dalam beberapa hari terakhir, militer juga telah menarik beberapa satuan lainnya, termasuk brigade parasut, pasukan komando, dan unit lapis baja.
Meski demikian, empat divisi masih ditempatkan di Gaza. Dua di antaranya terlibat aktif dalam operasi tempur di utara dan Kota Khan Younis di selatan, sementara dua lainnya menjalankan tugas bersifat defensif.
Seiring perkembangan tersebut, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, Letnan Jenderal Herzi Halevi, juga menginstruksikan pengurangan jumlah pasukan cadangan di semua garis depan hingga 30 persen.
Langkah-langkah ini menandai fase baru dalam penanganan konflik yang terus berlangsung di Jalur Gaza, dengan implikasi strategis yang menanti keputusan politik lebih lanjut dari pemerintah Israel.