Dalam sebuah langkah yang dinilai simbolik sekaligus kontroversial, Ketua DPR Amerika Serikat (AS), Mike Johnson, melakukan kunjungan ke permukiman “Ariel”.
Pemukiman tersebut berdiri di atas tanah milik warga Palestina di wilayah Tepi Barat yang diduduki Israel.
Johnson tidak datang sendiri. Ia didampingi oleh delegasi anggota Kongres dari Partai Republik.
Ini adalah kunjungan pertama di level setinggi ini ke sebuah permukiman ilegal di wilayah pendudukan.
Kunjungan ini berlangsung di tengah meningkatnya kecaman dunia internasional terhadap Israel, terutama menyusul agresinya yang terus berlanjut di Jalur Gaza.
Momen ini juga bersamaan dengan makin luasnya pengakuan negara-negara Barat dan Eropa terhadap Negara Palestina.
Di tengah situasi seperti ini, pemerintah Israel dan dewan-dewan pemukim tampak berusaha menciptakan fakta baru di lapangan.
Salah satunya melalui kunjungan politisi tingkat tinggi seperti Johnson, yang dapat dibaca sebagai upaya memberikan legitimasi simbolik dan internasional atas klaim Israel untuk menguasai penuh wilayah Tepi Barat.
Saat berada di permukiman tersebut, Johnson menyebut Ariel sebagai “bagian dari tanah rakyat Yahudi”.
Ia juga mengikuti sejumlah kegiatan simbolik seperti menanam pohon.
“setiap sudut dari negeri ini bagi kami, apalagi karena ini adalah tempat lahir iman kami—merujuk pada wilayah Palestina yang kerap disebut oleh kubu kanan Israel sebagai ‘Yehuda dan Samaria’, nama yang diambil dari narasi kitab suci untuk wilayah Tepi Barat,” tegasnya dalam pernyataannya yang disiarkan saluran Israel Channel 7.
Mempererat hubungan strategis
Dalam perkembangan lain yang juga sarat dengan pesan simbolik, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan istrinya, Sara, pada Senin malam menjamu Mike Johnson dan istrinya, Kelly Lary, di permukiman “Shiloh”, wilayah yang terletak di utara Ramallah dan al-Bireh.
Turut hadir dalam jamuan tersebut, Duta Besar AS untuk Israel Mike Huckabee dan sejumlah anggota Kongres.
Kunjungan ini dibingkai dalam tema “memperkuat hubungan strategis” antara AS dan Israel.
Namun dalam kacamata para analis Israel sendiri, kunjungan ini terbaca sebagai sinyal tersirat dari Washington yang mengafirmasi klaim kedaulatan Israel atas permukiman-permukiman ilegal di wilayah pendudukan.
Hal ini terjadi di saat proyek ekspansi permukiman Israel kian masif, dan prospek bagi solusi dua negara justru makin tergerus.
Kunjungan Johnson ini dipandang sebagai tantangan baru bagi upaya komunitas internasional yang sedang berupaya menghidupkan kembali jalur diplomatik berbasis solusi dua negara.
Sebuah agenda yang belakangan coba diangkat kembali oleh Prancis dan Arab Saudi ke meja diplomasi global.
Namun di tengah buntu politik dan ketegangan yang terus meningkat di lapangan, harapan akan tercapainya solusi damai kian suram.
Sejumlah pengamat politik Israel menyebut kunjungan ini berpotensi membawa dampak politik yang sangat serius.
Belum pernah sebelumnya seorang pejabat tinggi AS mengunjungi permukiman di wilayah pendudukan dalam kapasitas resminya.
Mike Johnson sendiri memegang posisi ketiga tertinggi dalam struktur kekuasaan AS setelah presiden dan wakil presiden.
Para analis pun sepakat bahwa kunjungan ini kembali mempertegas jurang pemisah antara meningkatnya dukungan internasional terhadap pembentukan Negara Palestina berdasarkan perbatasan 1967, dan dukungan tak bersyarat yang terus diberikan oleh Amerika Serikat kepada Israel.
Bahkan di tengah kondisi ketika Israel menghadapi isolasi politik dan kecaman hak asasi manusia secara global.
Pesan dukungan AS
Menurut laporan Dvir Amar, koresponden politik Channel 7 Israel, kunjungan Ketua DPR AS Mike Johnson ke permukiman “Ariel” bukan sekadar acara simbolik atau protokoler biasa.
Amar menilai, kunjungan ini menandai adanya pergeseran dalam pendekatan AS terhadap isu Tepi Barat, terutama di tengah menguatnya suara di Kongres yang menyerukan pengakuan atas kedaulatan penuh Israel atas wilayah yang disebut “Yehuda dan Samaria”.
Amar melihat kunjungan ini sebagai sinyal dukungan nyata kepada sayap kanan Israel pada momen yang sangat krusial.
Ketika semakin banyak negara Eropa menyatakan pengakuan terhadap Palestina, Israel justru menghadapi tekanan internasional yang makin besar akibat agresinya yang berkelanjutan di Jalur Gaza.
Partisipasi Johnson, pejabat ketiga tertinggi dalam struktur pemerintahan AS, bersama delegasi besar dari Partai Republik, menurut Amar, mencerminkan apa yang ia sebut sebagai “aliansi ideologis yang mendalam” antara sebagian elite politik Amerika dengan agenda sayap kanan Israel.
Hal ini memperkuat dukungan AS terhadap proyek aneksasi wilayah pendudukan di bawah kedaulatan Israel.
“Ini bukan sekadar kunjungan simbolik. Ini adalah langkah konkret menuju redefinisi batas-batas legitimasi politik di Tepi Barat,” kata Amar.
Hal itu sekaligus menjadi tantangan langsung terhadap berbagai inisiatif internasional—baik yang digagas Prancis maupun Arab Saudi—untuk menghidupkan kembali proses negosiasi berbasis solusi dua negara.
Ambisi politik pemukim
Dalam pemberitaan yang dilakukan surat kabar Israel Hayom, pernyataan Presiden Dewan Permukiman “Binyamin”, Israel Gantz, mengungkapkan dengan gamblang bagaimana kelompok pemukim memaknai kunjungan Johnson.
“Suatu kehormatan besar bagi kami untuk menjamu Ketua DPR Amerika di Yehuda dan Samaria. Terima kasih atas kehadiran Anda dan karena menjadi sekutu sejati Negara Israel,” sebut Gantz dalam sambutannya.
Ucapan yang sekilas terdengar seperti basa-basi diplomatik itu segera berubah menjadi pernyataan politik eksplisit.
Gantz secara terbuka menyampaikan bahwa mereka tengah memanfaatkan momen ini untuk mendorong agenda strategis pemukim.
Ia menyebut pemerintahan Presiden Donald Trump sebagai “pemimpin yang berpihak pada sisi yang benar dari sejarah,” yang berjalan seiring dengan kebijakan Israel.
Gantz bahkan membeberkan adanya inisiatif politik baru yang disampaikan kepada delegasi Amerika.
“Kami mengajukan kepada Anda sebuah inisiatif yang menyerukan penerapan kedaulatan penuh Israel atas wilayah Yehuda dan Samaria, dan mendeklarasikan kepada dunia bahwa tanah ini kini kembali menjadi bagian abadi dari negara Yahudi,” ujarnya.
Isyarat politik yang terukur
Elisha Ben Kimon, jurnalis senior dari harian Yedioth Ahronoth yang meliput isu permukiman dan Tepi Barat, menilai pernyataan Gantz bukanlah respons spontan terhadap suasana kunjungan.
Sebaliknya, ia melihatnya sebagai bagian dari pesan politik yang telah dipersiapkan dengan cermat, ditujukan kepada komunitas internasional pada momen yang sangat sensitif.
Ben Kimon menegaskan, pesan tersebut tidak bisa dipisahkan dari keseluruhan konteks politik saat ini.
Agenda aneksasi Tepi Barat oleh Israel, menurutnya, belum padam—justru tengah mendapatkan angin segar dari dalam Kongres AS, khususnya dari kalangan konservatif Partai Republik.
Ia menambahkan bahwa waktu kunjungan ini sangat strategis. Wilayah tersebut tengah berada dalam pusaran pergeseran geopolitik yang besar.
Dari dampak berkepanjangan agresi di Gaza, hingga tekanan internasional yang meningkat terhadap Israel, serta pengakuan bertahap sejumlah negara Eropa terhadap Palestina.
Semua ini menempatkan pemerintahan Netanyahu dalam posisi defensif di panggung global.
Namun, menurut Ben Kimon, pesan yang ingin ditegaskan oleh Gantz sangat jelas.
“Israel tidak akan menunggu jalur diplomatik internasional atau berbagai inisiatif damai yang menyerukan solusi dua negara. Sebaliknya, Israel akan melanjutkan agenda perluasan kedaulatan secara de facto, memanfaatkan momentum politik yang ada, serta dukungan strategis dari sekutu utamanya di Washington,” tegasnya.