Thursday, August 7, 2025
HomeBeritaLaporan: Inggris negara paling aktif dorong PBB lucuti senjata Hamas

Laporan: Inggris negara paling aktif dorong PBB lucuti senjata Hamas

Inggris secara aktif mendorong agar pernyataan konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menuntut perlucutan senjata Hamas dan penarikan mereka dari Jalur Gaza, demikian menurut laporan Middle East Eye (MEE).

Konferensi PBB yang digelar pekan lalu di New York—dihadiri lebih dari 100 negara dan diketuai bersama oleh Prancis dan Arab Saudi—bertujuan untuk mendorong kembali momentum menuju solusi dua negara.

Deklarasi New York yang dirilis setelah konferensi itu secara eksplisit menyerukan agar Hamas mengakhiri kekuasaannya atas Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina.

Sejumlah sumber diplomatik mengatakan kepada MEE bahwa Inggris memainkan peran penting dalam memasukkan tuntutan tersebut ke dalam pernyataan akhir, termasuk penggunaan bahasa yang tegas untuk mengutuk serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.

Pernyataan ini menjadi tonggak sejarah karena untuk pertama kalinya negara-negara Liga Arab menyetujui posisi semacam ini di forum PBB.

Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, menyebut hasil konferensi itu sebagai “bersejarah dan belum pernah terjadi sebelumnya”.
Ia menyatakan bahwa untuk pertama kalinya negara-negara Arab dan Timur Tengah:

“Mengutuk Hamas, mengutuk peristiwa 7 Oktober, menyerukan perlucutan senjata Hamas, menolak keterlibatan Hamas dalam pemerintahan Palestina, serta secara jelas menyatakan niat mereka untuk menjaga hubungan normal dengan Israel di masa depan dan membentuk organisasi regional bersama dengan Israel dan negara Palestina yang akan datang.”

MEE telah menghubungi Kementerian Luar Negeri Inggris untuk meminta komentar.

Dalam konferensi tersebut, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy mengumumkan bahwa Inggris berencana mengakui kenegaraan Palestina pada bulan September. Pengumuman ini mengikuti langkah Prancis yang menyatakan akan mengambil langkah serupa beberapa hari sebelumnya.

Kecuali terjadi perubahan besar secara diplomatik, Prancis dan Inggris akan menjadi negara-negara G7 pertama yang secara resmi mengakui negara Palestina.

Namun, langkah ini—termasuk konferensi PBB—diperkirakan tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap realisasi solusi dua negara.

Amerika Serikat dan Israel tidak menghadiri konferensi tersebut. Departemen Luar Negeri AS bahkan menyebutnya sebagai “aksi publisitas” yang hanya akan “memperpanjang perang, memberi keberanian pada Hamas, serta melemahkan upaya nyata untuk mencapai perdamaian”.

Pengumuman Prancis pada 24 Juli mengenai pengakuan negara Palestina memicu kecaman dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang menyebut langkah itu sebagai “penghargaan terhadap terorisme”.

Satu hari sebelumnya, pada 23 Juli, parlemen Israel meloloskan mosi tidak mengikat yang menyerukan pemerintah untuk mencaplok seluruh wilayah Tepi Barat yang diduduki.

Kemudian pada 4 Agustus, sumber anonim yang dekat dengan Netanyahu mengatakan kepada media lokal bahwa sang perdana menteri kini mendorong penuh pendudukan total atas Jalur Gaza yang telah dikepung.

Channel 12 mengutip “tokoh senior di Kantor Perdana Menteri” yang mengatakan:

“Keputusan telah dibuat. Israel sedang menuju pendudukan penuh atas Jalur Gaza.”

Langkah ini akan mencakup perluasan operasi darat ke wilayah-wilayah yang diyakini masih terdapat sandera, termasuk bagian barat Kota Gaza dan kamp-kamp pengungsi di bagian tengah—area yang belum dijangkau pasukan Israel selama lebih dari setahun.

Dalam situasi seperti ini, kemungkinan terbentuknya negara Palestina yang layak secara praktis sangat kecil.

 

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular