Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) melaporkan bahwa lebih dari 81.000 orang meninggalkan Kota El-Fasher dan desa-desa sekitarnya di Negara Bagian Darfur Utara, Sudan, sejak 26 Oktober lalu akibat pertempuran dan situasi keamanan yang memburuk.
Dalam pernyataannya, badan PBB itu menyebut sistem Displacement Tracking Matrix miliknya memperkirakan sedikitnya 81.817 orang telah mengungsi dari wilayah El-Fasher dan sekitarnya. IOM menegaskan, angka tersebut masih bersifat sementara dan dapat berubah mengingat situasi keamanan yang tidak menentu serta dinamika perpindahan penduduk yang berlangsung cepat.
Sebagian besar pengungsi dilaporkan masih berada di sekitar wilayah administratif El-Fasher, sementara sebagian lainnya berpindah ke daerah Kabkabiya, Mellit, Kutum, dan Tawila di Darfur Utara.
IOM juga mencatat perpindahan dalam jumlah lebih kecil di sejumlah negara bagian lain, termasuk Kosti di Negara Bagian Nil Putih; Ghbeish di Kordofan Barat; Jebel Marra bagian tengah dan utara di Darfur Tengah; Al-Junaynah Barat dan Kulbus di Darfur Barat; Shaeria di Darfur Timur; serta East Jebel dan Al-Wihda di Darfur Selatan.
Tim lapangan melaporkan kondisi “keamanan ekstrem di sepanjang jalur darat” yang menghambat pergerakan warga, sementara situasi secara umum digambarkan “tegang, tidak stabil, dan diwarnai perpindahan penduduk yang terus berlanjut.”
Kota El-Fasher, ibu kota Darfur Utara yang memiliki posisi strategis, jatuh ke tangan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) pada 26 Oktober lalu. Sejumlah lembaga lokal dan internasional menuding RSF melakukan pembantaian terhadap warga sipil setelah merebut kota itu. Penguasaan El-Fasher memunculkan kekhawatiran bahwa perang di Sudan dapat mengarah pada pembagian wilayah secara de facto.
Sementara itu, Dana Anak-anak PBB (UNICEF) memperingatkan bahwa kebutuhan keluarga yang melarikan diri dari El-Fasher menuju Tawila “meningkat jauh lebih cepat dibanding sumber daya yang tersedia.”
“Banyak keluarga tiba di Tawila dalam kondisi lelah, kelaparan, dan sangat membutuhkan perawatan,” kata UNICEF dalam pernyataannya. Badan tersebut bekerja sama dengan mitra lokal untuk menyediakan layanan gizi terapeutik, air bersih, dan perawatan kesehatan bagi anak-anak.
Namun UNICEF menegaskan, kebutuhan di lapangan “meningkat dengan kecepatan yang jauh melampaui kapasitas bantuan yang ada,” sehingga dukungan kemanusiaan saat ini “belum mampu memenuhi kebutuhan para pengungsi.”
Dari 18 negara bagian di Sudan, RSF kini menguasai seluruh lima negara bagian di wilayah Darfur bagian barat, kecuali sebagian kecil di Darfur Utara yang masih dikuasai militer Sudan. Tentara nasional memegang kendali atas sebagian besar wilayah lain di selatan, utara, timur, dan tengah, termasuk ibu kota Khartoum.
Sejak konflik antara militer Sudan dan RSF pecah pada 15 April 2023, perang telah menewaskan ribuan orang dan memaksa jutaan lainnya mengungsi, sementara berbagai upaya mediasi regional maupun internasional sejauh ini belum berhasil menghentikan pertempuran.

