Thursday, August 7, 2025
HomeBeritaOPINI - Bagaimana Israel dan AS mempercepat rencana separatisme di Suriah?

OPINI – Bagaimana Israel dan AS mempercepat rencana separatisme di Suriah?

Oleh: Sami Al Arian

Bulan lalu, Israel melancarkan serangkaian serangan udara terbaru ke Suriah, menargetkan wilayah di dekat Damaskus, Homs, dan provinsi selatan Sweida. Disampaikan sebagai serangan terhadap pasukan pemerintah Suriah dan dengan dalih perlindungan minoritas Druze, serangan itu turut memperkuat kampanye dominasi regional rezim Zionis serta strategi fragmentasi kawasan Arab.

Sejak jatuhnya rezim Bashar al‑Assad pada Desember 2024, Israel telah memperluas agresinya, menduduki lebih dari 400 km² wilayah Suriah tambahan serta secara sistematis menghancurkan sisa infrastruktur militer negara tersebut. Eskalasi ini terjadi di tengah perang genosida yang dilancarkan Israel terhadap Gaza, yang kini memasuki bulan ke-23, dan berdampak menyebar ke beberapa front konflik.

Amerika Serikat juga telah melakukan serangan udara, operasi militer, mendukung pasukan Kurdi di timur laut, serta memfasilitasi serangan Israel—semuanya dengan tujuan mempertahankan pijakan strategis di Suriah dan mencegah munculnya kekuatan yang dapat menantang dominasi AS.

Sementara AS menekankan pengendalian geostratetris dan perlindungan kepentingan energi serta keamanannya, Israel berusaha memecah Suriah menjadi enklaf etnis dan sektarian sebagai bagian dari strategi bertahan lama untuk mengacaukan dunia Arab serta mengukuhkan hegemoninya di kawasan.

Strategi fragmentasi Suriah

Strategi Israel terhadap dunia Arab sudah ada sejak negara Zionis ini berdiri. Dokumen strategis internal Israel sejak tahun 1950-an, termasuk proposal dari Kementerian Luar Negeri Israel dan Mossad, mendukung penciptaan negara Kurdi sebagai penyangga terhadap nasionalisme Arab. Visi ini kemudian terkristalisasi dalam rancangan Yinon Plan tahun 1982, yang mengusulkan pembubaran Suriah menjadi distrik berdasarkan etnis dan agama—strategi jangka panjang demi keamanan Israel di front Timur.

Yinon Plan menyatakan bahwa dominasi Israel bergantung pada pecahnya negara-negara Arab menjadi entitas sektarian kecil seperti Druze, Alawi, Kurdi, Maronit, dan Koptik. Tujuannya adalah menggantikan negara kuat dengan negara-negara mini yang lemah dan dapat dikendalikan atau dijadikan proxy oleh Israel.

Model pembagian ini dijabarkan dalam kasus Suriah dengan empat zona utama: kawasan Druze di Sweida di selatan, Kawasan Alawi di pesisir (di bawah perlindungan Rusia), zona Kurdi di timur laut (didukung AS dan dikuasai YPG/PYD), serta sabuk Arab Sunni yang dipengaruhi Turki di bagian utara dan barat laut. Ini semua demi memastikan Suriah tetap lemah, terpecah, dan tak mampu menjadi kekuatan regional.

Menghancurkan Suriah

Sejak 2013, rezim Zionis telah melancarkan kampanye udara berkelanjutan di wilayah Suriah, sering kali dengan membidik posisi Iran atau Hezbollah. Setelah 7 Oktober 2023, serangan diperluas hingga pembunuhan terhadap komandan senior Iran dan Hezbollah di Suriah, sebagai bagian dari upaya menekan “Poros Perlawanan” di seluruh kawasan.

Israel telah menghancurkan sistem pertahanan udara, gudang senjata, pangkalan militer, dan pusat riset ilmiah Suriah. Dalam beberapa bulan terakhir, strategi ini ditujukan untuk mendorong kewaspadaan Iran, menghalangi pemulihan militer Suriah, dan menegakkan dominasi militer serta psikologis Israel.

AS dan kontrol geopolitik

Strategi AS di Suriah selaras dengan tujuannya pasca Perang Dingin: mencegah munculnya rival global baru. Selama era Hafez al‑Assad, Washington melihat Suriah sebagai negara klien Uni Soviet yang mendukung nasionalisme Arab dan perlawanan Palestina. Setelah invasi AS ke Irak pada 2003, AS berusaha meng-isolasi Suriah agar tidak mengisi kekosongan kekuasaan pasca-Saddam Hussein.

Sejak 2011, AS menjalankan kebijakan sederhana: mendukung pasukan Kurdi sebagai penyeimbang pengaruh Iran, sekaligus membiarkan serangan Israel berlangsung tanpa cela. Meski AS secara de facto mendukung pembagian Suriah, tujuannya berbeda: mempertahankan kehadiran militer-politik yang menghalangi Rusia dan Iran ke Laut Tengah timur, sambil memastikan pemerintahan masa depan Suriah selaras dengan kepentingan Washington.

Kepentingan Turki

Turki memainkan peran penting dalam rekonstruksi Suriah saat ini. Awalnya Ankara mendukung oposisi dan kelompok militan untuk menggulingkan rezim Assad. Namun, setelah gagal dan khawatir atas kemajuan otonomi Kurdi, Turki mengalihkan arah: pasukannya bergerak ke utara Suriah dan mendukung milisi Arab Suriah dan Turkmen untuk menekan pengaruh Kurdi. Kini Turki menjadi kekuatan utama yang memengaruhi rezim Assad.

Kepentingan Turki sangat berbeda dengan AS dan Israel, yang mendukung milisi Kurdi dan pemisahan Druze. Menteri Luar Negeri Turki, Hakan Fidan, menegaskan:

“Turki akan campur tangan terhadap setiap upaya memecah Suriah atau membiarkan kelompok militan mendapat otonomi… Kami memperingatkan: tidak ada kelompok yang boleh melakukan tindakan menuju pemekaran.”

Ancaman bagi masa depan Arab

Prinsip geopolitik klasik mengatakan: “Siapa menguasai Heartland, menguasai dunia.” Analogi ini menunjukkan bahwa Suriah berada di pusat dunia Arab: kendali atas perlintasan utama, jalur perdagangan, dan aliansi regional. Siapa yang menguasai Suriah—secara utuh atau sebagian—berpeluang memengaruhi, bahkan mengubah keseluruhan Timur Tengah.

Jika para aktor regional, terutama Turki, Iran, dan negara-negara Arab, tidak membentuk respons terpadu, pemecahan permanen Suriah bisa menjadi kenyataan. Ini akan mewujudkan cetak biru Zionis selama puluhan tahun: Timur Tengah yang terpecah, tunduk, dan mudah dikendalikan.

Sami Al-Arian adalah Direktur Pusat Islam dan Urusan Global (CIGA) di Universitas Zaim Istanbul. Berasal dari Palestina, ia tinggal di AS selama empat dekade (1975-2015) dan menjadi akademisi tetap, pembicara terkemuka, serta aktivis hak asasi manusia sebelum pindah ke Turki. Beliau telah menulis beberapa studi dan buku. Beliau dapat dihubungi di: [email protected]. Tulisan ini diambil dari opininya di Middle East Eye berjudul Syria after Assad: How Israel and the US are accelerating plans to partition the country.

Pizaro Idrus
Pizaro Idrus
Kandidat PhD bidang Hubungan Internasional Universitas Sains Malaysia. Peneliti Asia Middle East Center for Research and Dialogue
ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular