Departemen Rehabilitasi di Kementerian Pertahanan Israel pada Rabu (6/8) menyatakan telah menerima sebanyak 80.000 tentara untuk menjalani perawatan sejak meletusnya perang di Jalur Gaza pada Oktober 2023, termasuk 26.000 di antaranya yang mengalami gangguan mental.
Dalam pernyataan yang dikutip harian Yedioth Ahronoth, disebutkan bahwa sekitar 33 persen dari tentara yang mengalami gangguan kesehatan mental tersebut didiagnosis menderita gangguan stres pascatrauma (post-traumatic stress disorder/PTSD).
Departemen tersebut mengalokasikan sekitar 4,2 miliar shekel (setara dengan 1,2 miliar dolar AS) – lebih dari setengah anggaran tahunannya – untuk menyediakan layanan medis bagi tentara yang terluka, baik fisik maupun psikologis.
Pernyataan itu juga memperingatkan bahwa tingginya jumlah tentara yang terluka serta meningkatnya kasus bunuh diri menjadi “tantangan nasional yang serius”.
Pernyataan tersebut dirilis tak lama setelah sekelompok mantan tentara menggelar aksi protes di depan kantor pusat Departemen Rehabilitasi di Petah Tikva, dekat Tel Aviv. Mereka menuntut peningkatan layanan dan memperingatkan risiko meningkatnya angka bunuh diri di kalangan pasukan cadangan.
Menurut lembaga penyiaran publik Israel, KAN, sebanyak 16 tentara tercatat melakukan bunuh diri sejak awal tahun ini.
Israel saat ini menghadapi kecaman internasional atas kampanye militernya di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 61.000 warga Palestina sejak Oktober 2023. Serangan tersebut menyebabkan kehancuran besar di wilayah kantong tersebut dan mendorongnya ke ambang kelaparan.
Pada November tahun lalu, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga tengah menghadapi gugatan kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait agresinya di wilayah tersebut.