Monday, August 4, 2025
HomeBeritaPolisi Israel bubarkan demo di Tel Aviv yang tuntut pertukaran sandera

Polisi Israel bubarkan demo di Tel Aviv yang tuntut pertukaran sandera

Polisi Israel membubarkan secara paksa aksi demonstrasi di tengah Kota Tel Aviv, Minggu (3/8/2025), yang digelar oleh keluarga para tahanan Israel di Gaza.

Para pengunjuk rasa memprotes kegagalan pemerintah dalam mencapai kesepakatan pertukaran tahanan, serta kebijakan perang yang dinilai membahayakan keselamatan keluarga mereka yang ditawan di Jalur Gaza.

Sejumlah demonstran mencoba memblokir Jalan Namir Arlozorov, salah satu jalur utama di pusat Tel Aviv.

Namun, aparat keamanan segera merespons dengan tindakan represif, menangkap sejumlah peserta aksi, demikian dilaporkan kantor berita Anadolu yang mengutip saluran Channel 12 Israel.

Di antara para demonstran terdapat keluarga para tawanan. Salah satunya adalah ibu dari Nimrod Cohen.

Ia secara terbuka menyampaikan seruan kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan para pengambil kebijakan agar tidak melancarkan operasi penyelamatan yang justru bisa membahayakan nyawa putranya.

Kekhawatiran akan keselamatan para tahanan terus menguat. Menurut laporan lembaga penyiaran publik Israel, keluarga para tahanan menyatakan bahwa perluasan operasi militer di Gaza hanya akan meningkatkan risiko terhadap keselamatan anak-anak mereka.

Mereka mendesak agar Israel segera menghentikan serangan dan menarik pasukan dari wilayah kantong Palestina tersebut.

Tuduhan “kebohongan terbesar Netanyahu”

Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh perwakilan keluarga para tahanan, mereka menuduh Netanyahu tengah menyiapkan “operasi penipuan terbesar”.

Janji-janji pembebasan tahanan dinilai hanya menjadi alat pengalihan isu, sementara kebijakan militer terus diperluas yang justru memperburuk peluang keselamatan para tawanan.

Keluarga-keluarga tersebut juga menilai syarat-syarat yang diajukan oleh pemerintah Israel dalam proses perundingan sangat tidak realistis dan terkesan disengaja untuk menggagalkan upaya perdamaian.

Sikap militer Israel sendiri pun tampak mulai menunjukkan kekhawatiran. Kepala Staf Angkatan Bersenjata Israel, Letnan Jenderal Herzi Halevi, memperingatkan bahwa operasi militer berskala besar di Gaza bisa membahayakan nyawa para tahanan Israel yang kini ditahan oleh kelompok-kelompok perlawanan.

Pada Jumat lalu, sayap militer Hamas, Brigade Izzuddin al-Qassam, merilis video tahanan Israel, Avitar David, yang tampak sangat kurus akibat kekurangan gizi, mencerminkan kondisi buruk para tawanan di tengah blokade dan agresi militer.

Sehari sebelumnya, Brigade Al-Quds, sayap militer Jihad Islam Palestina, juga menayangkan video yang disebut sebagai rekaman terakhir dari tahanan Israel lainnya, Rom Barslavsky, sebelum pihak mereka kehilangan kontak dengan kelompok yang menahan pria tersebut.

Penundaan Israel

Menurut data yang dikutip Anadolu, diperkirakan sekitar 50 warga Israel kini menjadi tawanan di Gaza, dengan sekitar 20 orang di antaranya masih hidup.

Di sisi lain, lebih dari 10.800 warga Palestina berada dalam tahanan Israel. Laporan lembaga-lembaga hak asasi menunjukkan bahwa banyak di antara mereka menjadi korban penyiksaan, kelaparan, dan pengabaian medis, yang telah menewaskan sejumlah tahanan.

Proses perundingan yang sempat berlangsung di Doha antara Israel dan Hamas—dengan mediasi Qatar, Mesir, dan dukungan AS—belum membuahkan hasil.

Israel dituduh menghambat kemajuan dengan tetap menolak tuntutan utama seperti penghentian perang dan penarikan penuh dari Gaza.

Hamas sendiri telah berulang kali menyatakan kesiapan mereka untuk membebaskan semua tawanan Israel dalam satu paket pertukaran, asalkan Israel menghentikan agresi militer dan membebaskan para tahanan Palestina.

Namun, Netanyahu yang kini diburu oleh Mahkamah Pidana Internasional atas dugaan kejahatan perang, justru terus mengajukan syarat tambahan.

Termasuk pelucutan senjata seluruh faksi perlawanan Palestina, dan bahkan menegaskan niat untuk kembali menguasai Gaza secara permanen.

Sejak dimulainya operasi militer Israel pada 7 Oktober 2023 dalam apa yang disebut sebagai “Operasi Thaufan Al-Aqsha”, Jalur Gaza mengalami kehancuran besar-besaran yang disebut berbagai pihak sebagai genosida.

Lebih dari 210.000 warga Palestina menjadi korban tewas atau luka-luka, mayoritas merupakan perempuan dan anak-anak.

Ribuan lainnya masih hilang, sementara ratusan ribu orang terusir dari tempat tinggal mereka.

Krisis kelaparan akut juga telah menewaskan banyak orang, menjadikan Gaza sebagai zona bencana kemanusiaan yang belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular