Saturday, August 2, 2025
HomeBeritaSlovenia jadi negara Uni Eropa pertama yang terapkan embargo senjata terhadap Israel

Slovenia jadi negara Uni Eropa pertama yang terapkan embargo senjata terhadap Israel

Pemerintah Slovenia mengambil langkah tegas yang belum pernah diambil oleh negara anggota Uni Eropa lain, dengan memutuskan menerapkan embargo penuh atas ekspor dan transit senjata serta peralatan militer ke dan dari Israel.

Keputusan ini diumumkan Perdana Menteri Robert Golob usai rapat kabinet di Ljubljana, Kamis (1/8/2025) waktu setempat.

“Pemerintah Republik Slovenia, atas prakarsa Perdana Menteri Robert Golob, memutuskan melarang ekspor, impor, dan transit senjata serta peralatan militer dari dan ke Israel,” demikian isi pernyataan resmi yang dirilis pemerintah Slovenia.

Langkah ini menjadikan Slovenia sebagai negara anggota Uni Eropa pertama yang secara resmi menjatuhkan embargo senjata terhadap Israel sejak dimulainya serangan besar-besaran Israel di Jalur Gaza.

Dalam beberapa bulan terakhir, Ljubljana menjadi salah satu ibu kota Eropa paling vokal dalam mengecam tindakan militer Israel, yang oleh Presiden Slovenia Natasa Pirc Musar telah disebut sebagai “genosida”.

Dua pekan lalu, Slovenia juga menjadi negara pertama di Uni Eropa yang menyatakan 2 menteri Israel—Itamar Ben Gvir dan Bezalel Smotrich—sebagai persona non grata.

Hal itu menyusul pernyataan publik keduanya yang dinilai berbau genosida terhadap rakyat Palestina.

Pada Juni 2024, Slovenia bergabung dengan Spanyol, Irlandia, dan Norwegia dalam mengakui Palestina sebagai negara merdeka.

Sejak itu, tekanan publik dan diplomatik dari Slovenia terhadap Israel semakin meningkat, terutama menyangkut krisis kemanusiaan yang memburuk di Gaza.

Golob menegaskan, keputusan Slovenia ini diambil secara mandiri setelah melihat kegagalan Uni Eropa dalam mencapai konsensus atas tindakan nyata terhadap Israel.

Ia menyebut bahwa Israel telah secara sistematis menghalangi bantuan kemanusiaan ke Gaza, menyebabkan ribuan warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan, meninggal dunia.

“Orang-orang di Gaza mati bukan hanya karena bom, tetapi juga karena mereka tak punya akses terhadap makanan, air minum, dan obat-obatan. Ini adalah penyangkalan total terhadap akses kemanusiaan dan pengingkaran atas kondisi dasar untuk bertahan hidup,” ujar Golob.

Menurutnya, dalam situasi seperti ini, menjadi tanggung jawab setiap negara yang memiliki komitmen kemanusiaan untuk bertindak, bahkan jika harus melangkah lebih dulu dari yang lain.

Pemerintah Slovenia juga menyampaikan bahwa langkah-langkah lanjutan sedang disiapkan, sebagai respons atas “pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional” oleh Israel.

Desakan dari negara Eropa lain

Langkah Slovenia memicu gaung yang lebih besar di Eropa. Pada hari yang sama, Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson menyerukan pembekuan perjanjian perdagangan antara Uni Eropa dan Israel.

Ia menyebut situasi di Gaza “sangat menyedihkan” dan menyatakan bahwa Israel telah gagal memenuhi kewajibannya dalam mendistribusikan bantuan kemanusiaan.

“Tekanan ekonomi terhadap Israel harus ditingkatkan. Pemerintah Israel harus segera membuka akses penuh bagi bantuan kemanusiaan di Gaza,” tulis Kristersson di platform X (sebelumnya Twitter).

Dua hari sebelumnya, Menteri Luar Negeri Belanda Caspar Veldkamp juga menyuarakan hal serupa.

Ia menyatakan bahwa Belanda mendukung penangguhan elemen perdagangan dalam Perjanjian Asosiasi Uni Eropa-Israel jika bantuan kemanusiaan ke Gaza tidak segera diperluas.

Sementara itu, Perdana Menteri Spanyol Pedro Sánchez menuding Uni Eropa menerapkan standar ganda.

Ia membandingkan respons keras Eropa terhadap Rusia—dengan 18 paket sanksi yang telah diberlakukan—dengan kegagalan menerapkan bahkan satu sanksi pun terhadap Israel yang dinilainya jelas melanggar Pasal 2 dalam perjanjian tersebut, yang mengatur soal hak asasi manusia.

Sejak Februari 2024, Spanyol, Irlandia, dan Belanda memimpin dorongan agar Uni Eropa meninjau ulang hubungan politik dan ekonomi dengan Israel, khususnya melalui Perjanjian Asosiasi yang dinilai kontroversial itu.

Namun, dalam pertemuan Dewan Menteri Luar Negeri Uni Eropa pertengahan Juli lalu, tak satu pun dari sepuluh langkah yang diusulkan—termasuk embargo senjata, pembekuan perjanjian perdagangan, dan sanksi terhadap pejabat Israel—mendapatkan kesepakatan bersama.

Serangan Israel ke Gaza yang telah berlangsung hampir dua tahun, kini secara luas dikategorikan sebagai genosida.

Lebih dari 60.000 warga Palestina tewas, sebagian besar di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.

Sejak Israel memberlakukan blokade total pada 2 Maret 2025, lebih dari 150 warga—termasuk anak-anak—meninggal akibat kelaparan, dan lebih dari 1.000 orang yang tengah berusaha mengakses bantuan tewas ditembak di dekat titik distribusi yang dikelola AS dan Israel di Gaza selatan.

ARTIKEL TERKAIT
- Advertisment -spot_img

Most Popular