Pemukim Israel kembali menyerang warga Palestina yang tengah memanen buah zaitun di desa Burin, selatan Nablus, Tepi Barat, Sabtu (1/11).
Insiden ini menambah panjang daftar kekerasan yang mengiringi musim panen tahun ini, yang menurut data PBB merupakan yang terburuk dalam lima tahun terakhir.
Seorang sumber keamanan Israel bahkan mengakui bahwa serangan-serangan para pemukim telah “keluar dari kendali”.
Menurut laporan kantor berita Palestina WAFA, sekelompok pemukim dari permukiman ilegal Yitzhar—yang dikenal ekstrem—menyerang para petani Palestina bersama penjaga keamanan permukiman.
Mereka memukul sejumlah warga, memaksa mereka meninggalkan lahan, serta menumpahkan buah zaitun yang telah dikumpulkan.
Kekerasan yang meningkat
Harian Yedioth Ahronoth mengutip pernyataan sumber keamanan Israel yang menyebut bahwa kekerasan yang dilakukan kelompok “Anak-anak Bukit” (Hilltop Youth) semakin meningkat dan tidak lagi dapat dikendalikan.
Laporan itu juga mengungkap bahwa pasukan Israel di lapangan kerap tidak melakukan apa pun untuk menghentikan serangan para pemukim terhadap warga Palestina.
Data yang dirilis Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) pada Jumat (31/10) menunjukkan, musim panen zaitun tahun ini mencatat jumlah serangan pemukim tertinggi sejak lima tahun terakhir.
Sebanyak 126 serangan terjadi di 70 desa, mengakibatkan lebih dari 4.000 pohon dan bibit zaitun dirusak.
OCHA juga melaporkan bahwa para pemukim dari pos-pos baru telah memberlakukan pembatasan terhadap akses warga Palestina menuju ladang zaitun mereka di berbagai wilayah Tepi Barat.
Dalam sepekan terakhir saja, tercatat 60 serangan pemukim terhadap warga Palestina yang menyebabkan 17 orang terluka dan 19 kendaraan dirusak.
Menurut data Otoritas Perlawanan terhadap Tembok dan Permukiman, sejak awal musim panen pada pekan pertama Oktober hingga 28 Oktober, pasukan Israel dan para pemukim telah melakukan total 259 pelanggaran terhadap para pemetik zaitun.
Dari jumlah itu, 41 dilakukan oleh tentara, sementara 218 lainnya oleh para pemukim.
Serangan-serangan tersebut meliputi kekerasan fisik, penangkapan, pembatasan pergerakan, intimidasi, hingga penembakan.
Musim panen zaitun merupakan tulang punggung ekonomi pedesaan Palestina. Ribuan keluarga menggantungkan hidup pada hasil penjualan minyak dan buah zaitun.
Namun, tahun ini, menurut Kementerian Pertanian Palestina, produksi hanya mencapai sekitar 15 persen dari rata-rata normal—menjadikannya musim terburuk dalam beberapa dekade.
Gelombang kekerasan di Tepi Barat terjadi bersamaan dengan operasi militer Israel di Jalur Gaza, yang oleh banyak pihak digambarkan sebagai tahun genosida terhadap warga Palestina.
Sepanjang periode ini, tercatat sedikitnya 1.062 warga Palestina tewas di Tepi Barat, sekitar 10.000 terluka, dan lebih dari 20.000 ditahan, termasuk 1.600 anak-anak.
Serangkaian kekerasan tersebut memperlihatkan bahwa kekuasaan negara Israel tidak hanya melibatkan militernya, tetapi juga jaringan sipil bersenjata yang semakin berani bertindak di luar hukum.
Korban utama adalah rakyat Palestina yang hanya berusaha mempertahankan mata pencaharian mereka di tanah sendiri.

