Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump menyebut situasi kemanusiaan di Gaza sebagai sesuatu yang “memilukan, memalukan, dan tragis.”
Pernyataan itu disampaikannya di Gedung Putih, Kamis (31/7), merespons kondisi memilukan yang terus berlangsung di wilayah kantong Palestina itu sejak serangan militer Israel dimulai 22 bulan lalu.
Trump mengungkapkan bahwa pemerintahannya telah menyalurkan bantuan kemanusiaan senilai 60 juta dollar AS dua pekan sebelumnya.
Namun, ia mengaku belum melihat hasil nyata dari bantuan tersebut.
“Yang saya inginkan hanya satu: agar orang-orang di Gaza mendapatkan makanan. Kami membantu secara finansial untuk itu,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Trump juga mengomentari rencana Kanada yang akan mengakui Negara Palestina dalam sidang Majelis Umum PBB pada September mendatang.
Ia menyatakan tidak menyukai langkah tersebut, meski menambahkan bahwa hal itu tidak akan mengganggu pembicaraan dagang antara Washington dan Ottawa.
Sementara itu, Juru Bicara Gedung Putih Caroline Leavitt menyampaikan bahwa utusan khusus AS untuk Timur Tengah, Steven Witkoff, bersama Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee, telah bertemu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan sejumlah pejabat senior lainnya.
Pertemuan yang digambarkan sebagai “produktif” itu membahas upaya memperlancar distribusi bantuan ke Gaza.
Leavitt mengatakan bahwa Witkoff dan Huckabee dijadwalkan mengunjungi Gaza pada Jumat (1/8) untuk meninjau langsung titik-titik distribusi bantuan.
Laporan kunjungan itu akan menjadi bahan pertimbangan Presiden Trump dalam mengesahkan rencana akhir distribusi bantuan kemanusiaan.
Dalam kunjungan sebelumnya, Witkoff juga telah bertemu Netanyahu di Yerusalem yang diduduki.
Media Israel melaporkan bahwa pertemuan tersebut membahas krisis kemanusiaan di Gaza, potensi gencatan senjata, serta kesepakatan pertukaran tahanan.
Desakan internasional untuk mengakhiri perang dan blokade atas Gaza semakin menguat. Lonjakan jumlah korban jiwa di lokasi distribusi bantuan—yang oleh sebagian kalangan disebut sebagai “perangkap maut”—telah memicu kecaman keras.
Titik-titik pembagian bantuan yang diatur oleh apa yang disebut “Lembaga Kemanusiaan Gaza”, badan yang disebut-sebut berada di bawah pengaruh Israel dan AS, justru menjadi lokasi jatuhnya korban baru.
Sejak 7 Oktober 2023, serangan militer Israel yang didukung penuh oleh Washington telah menewaskan dan melukai lebih dari 207.000 warga Palestina di Gaza, mayoritas perempuan dan anak-anak.
Sekitar 10.000 orang lainnya dinyatakan hilang, sementara ratusan ribu lainnya hidup mengungsi dalam kelaparan akut yang telah merenggut puluhan nyawa.
Tragedi kemanusiaan ini kian menegaskan seruan global untuk menghentikan genosida yang terus berlangsung.