Persatuan Emirat Arab (UEA) mengecam keras “kejahatan mengerikan” terhadap warga sipil di berbagai wilayah Sudan. Pemerintah UEA menilai serangan terhadap kawasan permukiman dan infrastruktur vital merupakan “eskalasi berbahaya” sekaligus pelanggaran nyata terhadap hukum humaniter internasional.
Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri UEA menegaskan bahwa kekerasan yang terjadi, termasuk insiden terbaru di Kota El-Fasher, setara dengan “kejahatan terhadap kemanusiaan” dan menuntut “sikap internasional yang tegas dan bersatu” untuk menghentikan memburuknya konflik di Sudan.
Kota El-Fasher, ibu kota Negara Bagian Darfur Utara, jatuh ke tangan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) pada 26 Oktober lalu. Sejumlah lembaga lokal dan internasional melaporkan adanya pembantaian terhadap warga sipil setelah perebutan kota tersebut, yang dikhawatirkan akan memperkuat pembagian wilayah secara de facto di negara yang dilanda perang itu.
Abu Dhabi menyatakan dukungan penuh terhadap upaya regional dan internasional untuk menegakkan gencatan senjata kemanusiaan dan penghentian total pertempuran di seluruh Sudan. Langkah itu, menurut UEA, penting untuk memastikan bantuan kemanusiaan dapat menjangkau warga terdampak dan mengakhiri penderitaan yang berlangsung sejak konflik meletus pada April 2023.
UEA juga menyerukan kepada pihak-pihak yang bertikai agar “memikul tanggung jawab sepenuhnya” untuk melindungi warga sipil dan menjamin pengiriman bantuan secara cepat tanpa hambatan. Pemerintah UEA menegaskan penolakannya terhadap segala bentuk penyalahgunaan bantuan kemanusiaan untuk kepentingan politik atau militer.
Dalam pernyataannya, UEA memuji deklarasi bersama terbaru yang dikeluarkan oleh kelompok Quad for Sudan—yang terdiri dari Amerika Serikat, Arab Saudi, UEA, dan Mesir—sebagai “langkah bersejarah” yang memberikan diagnosis tepat terhadap akar konflik dan menawarkan peta jalan yang jelas: gencatan senjata kemanusiaan menuju transisi politik yang dipimpin warga sipil.
Kelompok Quad sebelumnya, pada 12 September, menyerukan gencatan senjata kemanusiaan selama tiga bulan guna memungkinkan pengiriman bantuan darurat ke seluruh wilayah Sudan sebagai bagian dari upaya menuju perdamaian permanen.
UEA menegaskan kembali bahwa “tidak ada solusi militer” untuk krisis tersebut. Konsensus regional dan internasional yang tercermin dalam pernyataan Quad, menurut Abu Dhabi, merupakan “dukungan penting bagi persatuan Sudan dan jalur menuju perdamaian.”
Pemerintah UEA juga memperbarui seruan untuk segera menghentikan perang secara nasional dan memulai “dialog politik komprehensif” sebagai satu-satunya jalan untuk menjaga keutuhan wilayah Sudan serta meringankan krisis kemanusiaan yang dihadapi “rakyat Sudan yang bersaudara.”
Dari 18 negara bagian di Sudan, RSF kini menguasai seluruh lima negara bagian di wilayah Darfur bagian barat, kecuali sebagian kecil wilayah utara yang masih dikuasai tentara nasional. Sementara itu, militer Sudan mengendalikan sebagian besar wilayah lain di selatan, utara, timur, dan tengah, termasuk ibu kota Khartoum.
Sejak 15 April 2023, perang antara militer Sudan dan RSF telah menewaskan ribuan orang dan memaksa jutaan lainnya mengungsi, sementara berbagai upaya mediasi regional maupun internasional sejauh ini belum membuahkan hasil.

